Berantas Rokok Tanpa Cukai

Sabtu, 23 April 2022 11:23 WITA
MASIH BEREDAR: Petugas KPPBC TMP C Nunukan menemukan adanya rokok ilegal yang tanpa cukai dijual bebas di pasaran.

NUNUKAN — Kantor Pengawasan dan Penindakan Bea dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya Pabean (TMP) C Nunukan menggempur rokok ilegal. Sebuah operasi pasar rutin, dalam upaya pemberantasan rokok polos atau rokok tanpa cukai.

Pemeriksa Bea dan Cukai Pertama pada KPPBC Nunukan Hendrik mengatakan, beredarnya rokok ilegal memiliki konsekuensi pidana. Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai.

“Pada pasal 54 berbunyi, tindak pidananya minimal satu tahun dan maksimal 5 tahun. Dengan denda 2 kali nilai cukai,” terangnya, Jumat (22/4). Menurutnya, warga mau menjual rokok ilegal karena harganya murah dan perputaran uangnya lebih cepat.

Apalagi, biasanya rokok ilegal yang diedarkan di warung pinggir jalan, tidak perlu modal. “Ada supplier yang mengantarkan produk tembakau ke warungnya. Nanti kalau sudah laku baru diambil uangnya,” jelas Hendrik.

Semisal, jika rokok legal dijual harga sekitar Rp 20 ribu-Rp 40 ribu. Maka harga rokok ilegal dibanderol dengan harga setengahnya. Faktor harga inilah yang memancing minat konsumen rokok.

Namun demikian, formula dalam produk ilegal tersebut bisa jadi berbahaya. Karena tidak melalui uji standar produk.

Selain itu, peredaran rokok ilegal berdampak terhadap menurunnya penerimaan negara. Sekaligus membahayakan kesehatan masyarakat. Padahal cukai rokok, merupakan pungutan yang dipungut negara. Terhadap rokok dan produk tembakau lainnya, yang merupakan salah satu sumber penerimaan yang cukup penting.

Di sisi lain, tingkat peredaran Barang Kena Cukai (BKC) di tengah pandemi Covid-19 dipengaruhi oleh beberapa hal. Diantaranya, resesi perekonomian dan penurunan daya beli yang mengakibatkan konsumsi masyarakat menurun.

Hal ini menjadi tendensi konsumen beralih ke barang yang lebih murah (BKC ilegal). Alhasil, masalah ini menjadi alasan peningkatan potensi resistensi masyarakat terhadap penindakan BKC. Kenaikan tarif cukai hasil tembakau 2021 mengakibatkan disparitas harga rokok legal dan ilegal semakin lebar. Sehingga konsumen cenderung memilih beralih ke barang yang lebih murah (BKC ilegal).

“Kita lakukan operasi pasar dan pada periode 2022 di medio Januari hingga April 2022. Kita mengamankan 6.000 batang rokok ilegal, dengan nilai kerugian negara Rp 5 juta,” ungkapnya.

Ada kesulitan untuk memberantas peredaran rokok ilegal, khususnya di Kabupaten Nunukan. Rokok biasanya dikirim menggunakan pelayaran domestik, dan diproduksi secara massal dengan mesin besar yang mudah dipindahkan.

“Mayoritas rokok ilegal yang datang ke Nunukan berasal dari Pulau Jawa. Diproduksi mesin yang bisa mobile, sehingga menyulitkan pelacakan dan penangkapan,” ujarnya.

Dengan dilakukan operasi pasar, diharapkan masyarakat dapat semakin memahami peran dan fungsi Bea Cukai.

Bagikan:
Berita Terkait